Rabu, 09 Maret 2016

ETIKA BISNIS

Edit Posted by with No comments

ETIKA DI DALAM BERBISNIS



A.Definisi Etika
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani  Ethos” yakni adat atau kebiasaan; watak; kesusilaan; sikap; cara berpikir; akhlak.
Pengertian Etika Menurut Para Ahli :
Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian-pengertian etika, diantaranya:
1.DR. James J. Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2.Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia. 
3.Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
4.Drs. H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai-nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Etika merupakan suatu ilmu mengenai tingkah laku manusia yang berkaitan dengan moral.

B.Definisi Etika Bisnis
Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis,yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,perusahaan,industry dan juga masyarakat.Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil,sesuai dengan hukum yang berlaku,dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika Bisnis dapat menjadi standard dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur,jujur,transparan dan sikap yang professional.
Pengertian Etika Bisnis Menurut para Ahli:
a.Velasques(2002)
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.Studi berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,institusi,dan perilaku bisnis.
b.Steade et al(1984:701)
Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.Menurut Hill dan Jones(1998) Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbankan  untuk mengambil keputusan strategis yag terkait dengan maslaah moral yang kompleks.
c.Sim(2003)         
Etika adalah istilah filosofis yang berasal dari ”etos”,kata Yunani yang berarti karakter atau kustom.Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi,dalam hal ini berkonotasi kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat.
d.Brown dan Petello(1976)
Bisnis adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.Apabila kebutuhan masyarakat meningkat,maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut,sambil memperoleh.
Dari semua definisi menurut para Ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Etika Bisnis adalah tata cara yang berkaitan dengan etika dan moral dalam melakukan kegiatan bisnis yang berkaitan dengan individu,perusahaan dan masyarakat.

C.Etika yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam berbisnis
Etika yang diperbolehkan:
a.Kejujuran                                       
Dalam melakukan suatu bisnis hal yang terpenting adalah kejujuran,apabila dalam melakukan kegiatan bisnis tidak didasarkan pada kejujuran maka kegiatan bisnis tersebut tidak akan bertahan dengan lama.
b.Keadilan
Keadilan dalam berbisnis yaitu menuntut agar setiap pelaku bisnis memperlakukan setiap orang atau khususnya konsumen dengan sama,yang dimaksud sama disini adalah sesuai dengan aturan yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan.Keadilan disini adalah untuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing,agar tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
c.Saling menguntungkan
Yaitu menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan bagi semua pihak.Suatu bisnis yang berprinsip saling menguntungkan ini,mempunyai tujuan yaitu agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.
d.Integritas Moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan,agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.Dengan kata lain prinsip ini merupakan tunututan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.Dan itu tercermin dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan siapa saja,baik keluar maupun kedalam perusahaan.
e.Rendah Hati
Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan.Misalnya,dalam mempromosikan produk dengan cara berlebihan,apalagi sampai menjatuhkan produk bersaing,entah melalui gambar maupun tulisan.Pada akhirnya,konsumen memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah produk/jasa.Apalagi,tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau terdengar terlalu sempurna,pada kenyataannyajustru sering kali terbukti buruk.
f.Simpatik
Kelola emosi.Tampilakan wajah ramah dan simpatik.Bukan hanya didepan klien atau konsumen anda,tetapi juga dihadapan orang-orang yang mendukung bisnis anda,seperti karyawan,sekretaris dan lain-lain.

Etika yang dilarang dalam berbisnis:
a.Memalsukan Barang
Dalam kegiatan bisnis banyak pelaku bisnis yang melakukan kecurangan agar dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya seperti memalsukan campuran ,timbangan,ukuran,menjual barang kadaluwarsa.Hal ini tentu sangat merugikan pihak lain terutama konsumen.
b.Memanipulasi Laporan Keuangan
Yaitu suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menyembunyikan suatu keadaan laporan keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mendapatkan bantuan atau insentif fiskal dari pemerintah pada industry tertentu,agar memperoleh pinjaman dari Bank dan atau untuk negosiasi dengan misalnya serikat pekerja, dan lain sebagainya.Hal ini tentu sangat merugikan bagi pihak lain yang bersangkutan.
c.Korupsi
Korupsi adalah tiap orang yang dengan sengaja  secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi dan etika bisnis merupakan satu kesatuan. Jika kita sudah memahami betul apa saja yang harus diperhatikan dalam berbisnis, maka tindakan korupsi tidak mungkin dilakukan.tindakan korupsi jelas – jelas melanggar etika bisnis, karena kegiatan tersebut sangatlah merugikan banyak pihak.
d.Kolusi
yaitu suatu kesepakatan atau persetujuan dengan tujuan yang bersifat melawan hukum atau melakukan suatu tindakan penipuan.Tindakan Kolusi ini sangat merugikan pihak lain,maka dari itu dalam berbisnis seorang pelaku bisnis harus menghindarinya.
e.Nepotisme
merupakan suatu perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara subyektif dengan terlebih dahulu mengangkat   atau   memberikan  jalan   dalam   bentuk   apapun   bagi  keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu.Dalam kegiatan bisnis pelaku bisnis harus bersikap adil tanpa memandang apakah itu keluarga dll karena hal ini akan merugikan pihak lainnya.

D.Fungsi Etika Bisnis Terhadap Perusahaan
Setelah mengetahui betapa pentingnya etika yang harus diterapkan pada perusahaan bisnis, tentunya etika memiliki fungsi yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan itu sendiri. Permasalahan etika bisnis yang terjadi di perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki masalah etika tersendiri. Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika bisnis yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika bisnis di bidang akuntansi (accounting ethics), keuangan (finance ethics), produksi dan pemasaran (production and marketing ethics), sumber daya manusia (human resources ethics), danteknologi informasi (information technology ethics) yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a).Etika bisnis di Bidang Akuntansi (Accounting Ethics)
Fungsi akuntansi merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan. Dengan demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi. Salah satu praktik akuntansi yang dianggap tidak etis misalnya penyusunan laporan keuangan yang berbeda untuk berbagai pihak yang berbeda dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Dalam realita kegiatan bisnis sering kali ditemukan perusahaan yang menyusun laporan keuangan yang berbeda untuk pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan internal perusahaan, laporan keuangan untuk bank, dan laporan keuangan untuk kantor pajak. Dengan melakukan praktik ini, bagian akuntansi perusahaan secara sengaja memanipulasi data dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan palsu tersebut.
b).Etika bisnis di Bidang Keuangan (Financial Ethics)
Skandal keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran etika bisnis dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya melalui praktik window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank. Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki rasio-rasio keuangan yang sehat sehingga layak untuk mendapatkan kredit. Padahal sebenarnya kondisi keuangan keuangan perusahaan tidak sesehat seperti yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang telah dipercantik. Contoh lain pelanggaran etika keuangan misalnya melalui penggelembungan nilai agunan perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh kredit melebihi nilai agunan kredit yang sesungguhnya.
c).Etika bisnis di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing Ethics)
Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai permasalahan etika bisnis di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
(1)   tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyarakatkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
(3)   tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
(4)   tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
d).Etika Bisnis di Bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics)
Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika bisnis paling besar di era 1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan intelektual.

E.Etika Bisnis di Indonesia
Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis dalam masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Dalam memproduksi sesuatu kemudian memasarkannya, masyarakat Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi. Namun dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang cinta damai, maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari konflik-konflik kepentingan termasuk dalam dunia bisnis.
Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33. Satu hal yang relevan dari pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa pembangunan ekonomi negara RI semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang merupakan subyek atau pemilik negeri ini. Jadi pembangunan ekonomi Indonesia sama sekali tidak diperuntukkan bagi segelintir orang untuk memperkaya diri atau untuk kelompok orang tertentu saja yang kebetulan tengah berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat Indonesia. Dua hal penting yang menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di Indonesia adalah budaya masyarakat Indonesia dan kondisi sosial-politik di Indonesia.

Contoh Kasus Etika Bisnis di Bidang Peternakan
Usaha peternakan ayam negeri atau broiler mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena tingginya permintaan masyarakat akan daging. Usaha peternakan ayam ini juga memberikan keuntungan yang tinggi dan bisa menjadi sumber pendapatan bagi peternak ayam broiler tersebut. Akan tetapi, peternak dalam menjalankan usahanya masih mengabaikan prinsip-prinsip etika bisnis.
Akhir-akhir ini usaha peternakan ayam dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan. banyaknya peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasakan mulai mengganggu oleh warga terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Masyarakat banyak mengeluhkan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan ayam karena masih banyak peternak yang mengabaikan penanganan limbah dari usahanya.
Limbah peternakan yang berupa feses (kotoran ayam), dan sisa pakan serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran lingkungan masyarakat di sekitar lokasi peternakan tersebut. Selain itu timbulnya banyak lalat yang dikarenakan kurang bersih dan dirawatnya kandang, masyarakat takut lalat tersebut nantinya membawa penyakit. Dan satu lagi dari peternakan ayam negeri masyarakat mengkhawatirkan virus flu burung Avian Infuenza (H5N1) yang pada saat tahun 2008 lagi sedang gempar-gemparnya. Oleh karena itu, peternak ayam negeri atau broiler harus memiliki etika bisnis yang baik bukan hanya mencari keuntungan semata namun juga harus menciptakan lingkungan yang sehat di sekitar peternakan.
Dengan cara pengelolaan limbah yang baik misalkan dijadikan pupuk untuk tanaman atau untuk pakan ikan lele, menjaga kebersihan lingkungan dengan melakukan penyemprotan kandang disinfetan secara berkala agar tidak timbul banyak lalat & penyakit.
Dari contoh kasus diatas, maka dapat ditarik kesimpulan, jika saja peternakan tersebut menerapkan etika bisnis dengan baik, maka akan mendatangkan manfaat dari penerapan etika bisnis :
1)      Perusahaan mendapatkan kepercayaan dari konsumen.
2)      Perusahaan yang jujur akan menciptakan konsumen yang loyal. Bahkan konsumen akan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan produk tersebut.
3)      Citra perusahaan di mata konsumen baik.
4)      Dengan citra yang baik maka perusahaan akan lebih dikenal oleh masyarakat dan produknya pun dapat mengalami peningkatan penjualan.
5)      Meningkatkan motivasi pekerja.
6)      Karyawan akan bekerja dengan giat apabila perusahaan tersebut memiliki citra yang baik dimata perusahaan.
7)      Keuntungan perusahaan dapat di peroleh.

Daftar Pustaka:

e-Faktur

Edit Posted by with 1 comment

E-FAKTUR


A.Definisi e-Faktur
Faktur Pajak Elektronik atau e-Faktur Pajak merupakan faktur pajak yang dibuat melalui sebuah aplikasi elektronik (perusahaan dapat melakukan instalasi e-Faktur pada komputer dan akan secara otomatis menghubungkan e-Faktur dengan program e-SPT, pembuatan SPT Masa PPN pun akan lebih mudah. 
E-faktur juga merupakan penyempurnaan dari e-nofa dan sebagai usaha DJP untuk mengamankan penerimaan negara dari para pengemplang pajak.E-faktur adalah sarana penyampaian faktur pajak secara elektronik yang berbasis server. E-faktur memungkinkan setiap transaksi dengan menggunakan faktur pajak mendapat approval dari pihak DJP sehingga faktur pajak fiktif dapat diminimalisir.

B.Latar Belakang e-Faktur
Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2014,Indonesia merupakan Negara dengan luas wilayah geografi 1.910.931,32 Km2 dan memiliki penduduk sebanyak 248.818.100 orang.Indonesia masuk ke dalam kategori Negara berkembang yang memiliki banyak potensi ekonomi.Sehingga banyak terdapat industri-industri dari berbagai sector terdapat di Indonesia.Banyak investor-investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.Jumlah perusahaan yang ada di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2012 sekitar 23.257 unit dan terus berkembang sampai 2014.Begitu banyak juga perusahaan yang akan melakukan berbagai transaksi di Indonesia.
Atas dasar tersebut akan timbul kewajiban-kewajiban dibidang perpajakan,mulai dari mendaftarkan usaha,menghitung pajak terutang,melaporkan pajak serta kewajiban membuat pajak bagi pengusaha.Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak(PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Untuk menanggulangi terjadinya praktek faktur pajak fiktif,pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Pajak membuat E-Tax Invoice(e-Faktur) yaitu sebuah aplikasi elektronik yang ditentukan dan atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk membuat faktur pajak.Penggunaan aplikasi e-Faktur dilakukan secara bertahap oleh pengusaha kena pajak.Mulai tanggal 1 Juli 2014,diberlakukan kepada 45 Pengusaha Kena Pajak.Mulai tanggal 1 Juli 2015,diberlakukan kepada PKP yang terdaftar di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar,Jakarta Khusus,Jakarta,Banten,Jawa Barat,Jawa Tengah,Jawa Timur,DIY dan Bali.Sedangkan secara nasional baru mulai tanggal 1 Juli 2016.
Latar belakang DJP membuat aplikasi ini adalah karena memperhatikan masih terdapat penyalahgunaan Faktur pajak, diantaranya wajib pajak non PKP yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak menerbitkan faktur pajak,faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak fiktif, atau faktur pajak ganda.
Selain itu karena beban administrasi yang begitu besar bagi pihak DJP sehingga suatu sistem elektronik untuk faktur pajak dipandang sangat memberikan efisiensi bagi DJP maupun PKP itu sendiri. Jika berbicara mengenai manfaat, dalam dunia modern tentu semua aplikasi berbentuk elektronik sangat memberikan efisiensi bagi penggunanya.


C.Peraturan e-Faktur

PENGUMUMAN NOMOR PENG- 6 /PJ.02/2015
TENTANG
PENEGASAN ATAS e-FAKTUR

Sehubungan dengan implementasi Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.Bahwa pemberlakuan e-Faktur dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan khususnya pembuatan Faktur Pajak.
2.Sesuai dengan Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak mengatur bahwa Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, telah ditetapkan Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP di Pulau Jawa dan Bali diwajibkan membuat e-Faktur mulai tanggal 1 Juli 2015.
4. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak mengatur bahwa Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan, Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak.
5. Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
6. Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4, bukan merupakan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak.
7. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik mengatur bahwa Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat... Kp.: PJ.0232/PJ.0201 -2- dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
8. Aplikasi atau sistem elektronik yang digunakan untuk membuat e-Faktur adalah aplikasi desktop yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang dapat diunduh di:
a. http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur Windows 32bit.zip (untuk Windows 32 bit);
b. http://svc.efaktur.paiak.go.id/installer/EFaktur Windows 64bit.zip (untuk Windows 64 bit);
c. http://svc.efakturpalak.cio.id/installer/EFaktur Lin32.zip (untuk Linux 32 bit);
d. http://svc.efakturpaiak.go.id/installer/EFaktur Lin64.zip (untuk Linux 64 bit); atau
e. http://svc.efakturpaiak.go.id/installer/EFaktur Mac64.zip (untuk Macinthos 64 bit)
9. Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud pada angka 8 dapat dipergunakan untuk membuat eFaktur mulai tanggal 1 Juli 2015 untuk Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP di Pulau Jawa dan Bali, kecuali Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur selain tanggal tersebut.
10. Aplikasi e-Faktur merupakan aplikasi untuk membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik yang sekaligus satu kesatuan untuk membuat e-SPT Masa PPN 1111. Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e -Faktur wajib membuat e-SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur.
11. Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur dan yang menggunakan deemed Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, e-SPT Masa PPN 1111DM dibuat dengan menggunakan aplikasi e-SPT Masa PPN 1111DM.
12. Salah satu syarat untuk menggunakan aplikasi e-Faktur, Pengusaha Kena Pajak harus memiliki sertifikat elektronik. Syarat dan ketentuan untuk memperoleh sertifikat elektronik telah diatur dalam Pasal 9A ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
13. Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat e-Faktur dan belum memiliki sertifikat elektronik diminta untuk segera mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
14. Dihimbau kepada seluruh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur agar memastikan bahwa:
a. Faktur... Kp.: PJ.0232/PJ.0201 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal /6 jaw zotc irektur Jenderal Pajak, Peraturan Perpajakan I, o es a i. 1)%, wan JENDE.kt,\•' .---IP 196708221988031001 74 opt4 GA N kc,,,,6 -3- a. Faktur Pajak yang diterima tersebut merupakan e-Faktur (tampilan sebagaimana contoh terlampir);
b. Keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui:
1) Fitur Pajak Masukan pada aplikasi e-Faktur (bagi Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak yang telah memiliki aplikasi e-Faktur); dan/atau
2) Pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-Faktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR Code). Dengan melakukan validasi tersebut Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak telah berperan secara aktif untuk memastikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar ke Pengusaha Kena Pajak Penjual Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak disetor ke Kas Negara.
15. Pengumuman ini sekaligus merupakan surat pemberitahuan dan undangan kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak yang belum memiliki sertifikat elektronik untuk segera mengurus melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.



PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 16/PJ/2014
TENTANG
TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN
FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK


Menimbang :
a.Bahwa ketentuan mengenai Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
b.Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 19 huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;

Mengingat :
1.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
4.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014;


MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK.

Pasal 1
1.Faktur Pajak berbentuk elektronik,yang selanjutnya disebut e-Faktur,adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau system elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3.Aplikasi atau system elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilengkapi dengan petunjuk penggunaan(manual user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau system elektronik tersebut.

Pasal 2
(1) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) wajib membuat e-Faktur untuk setiap:
a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; dan/atau
b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2.Kewajiban pembuatan e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:
a. yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012;
b. yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; dan
c. yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 ten tang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
3. Tata cara pembuatan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pasal 3
e-Faktur wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009;
b. saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
c saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
e. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Pasal 4
(1) e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan .Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa tanda tangan elektronik.

Pasal 5
(1) e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.
(2) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.

Pasal 6
Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 7
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-Fakturnya telah dibuat, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 8
(1) Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Atas data e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Rena Pajak dapat mengajukan permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-Faktur sebagaimana diatur dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 9
(1) Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-Faktur, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
(2) Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal kcadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 10
(1)Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan olch Direktorat Jenderal Pajak.
(2) e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).

Pasal 11
(1) e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cam diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pelaporan e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak.

Pasal 12
Pada scat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
a. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/ PJ / 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dan perubahannya dinyatakan tetap berlaku.
b. Ketentuan terkait dengan bentuk, ukuran, tata cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cam pembatalan e-Faktur yang tidak diatur secara khusus pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, mengikuti ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dan perubahannya.

Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2014.








Daftar Pustaka: